Minggu, 30 November 2014

KASUS KEJAHATAN KORPORASI TERHADAP KASUS MOBIL FORD PINTO

Ford Pinto adalah mobil yang diproduksi oleh perusahaan Ford. Desainer Ford Pinto menempatkan tangki bahan bakar di bagian belakang mobil, di bagian belakang poros. Hal ini dilakukan untuk menciptakan ruang bagasi yang lebih besar. Desain ini sangat berbahaya, jika mobil ditabrak dari belakang bisa menyebabkan ledakan yang disebabkan tangki bahan bakar.

Pada tanggal 10 Agustus 1978, sebuah Ford Pinto ditabrak dari belakang di jalan raya Indiana. Hantaman tabrakan itu menyebabkan tangki bahan bakar Pinto pecah, meledak dan terbakar. Hal ini mengakibatkan kematian tiga remaja putri yang berada di dalam mobil itu. Kejadian ini bukan pertama kalinya Pint terbakar akibat tabrakan dari belakang. Dalam tujuh tahun sejak peluncuran Pinto, sudah ada 50 tuntutan hukum yang berhubungan dengan tabrakan dari belakang. Meskupun demikian, kali ini Ford dituntut di pengadilan criminal akibat penumpangnya tewas. Untuk kasus ini, desainer dan pihak Ford secara keseluruhan tidak memikirkan dampak berbahaya yang bisa terjadi. Desain dari mobil Ford Pinto tidak memikirkan aspek keamanan dan keselamatan nyawa pengemudi dan penumpangnya.

Dilema yang dihadapi para desainer yang mengerjakan Pinto adalah menyeimbangkan keselamatan orang yang mengendarai mobil dan kebutuhan untuk memproduksi Pinto dengan harga yang dapat bersaing di pasar. Mereka harus berusaha menyeimbangkan tugas mereka kepada public dan tugas mereka kepada atasan. Akhirnya usaha Ford untuk menghemat beberapa dolar dalam biaya manufaktur mengakibatkan pengeluaran jutaan dolar untuk membela diri dari tuntutan hukum dan membayar ganti rugi korban. Tentu saja ada juga kerugian akibat hilangnya penjualan akibat publisitas buruk dan persepsi publik bahwa Ford tidak merancang produknya untuk keamanan pengendara.Semua menjadi dilemma. Karena sangat sulit kalau sebuah institusi lebih mengutamakan laba perusahaan daripada nyawa manusia.

Pada awalnya desain yang berbahaya ini telah diketahui oleh perusahaan Ford sebelum mobil Ford Pinto dipasarkan, namun Ford lebih memilih untuk membayar biaya ganti rugi kematian daripada mendesain ulang tangki bahan bakar, karena dirasa akan membutuhkan biaya yang lebih besar untuk mendesain ulang tangki bahan bakar. 

Etika Bisnis
Etika bisnis berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan pelaku bisnis. Etika bisnis merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan mendistribusikan barang dan jasa, serta diterapkan kepada orang-orang yang ada di dalam organisasi.

Analisis Kasus Ford Pinto
Etika hendaknya diterapkan dalam bisnis dengan menunjukan bahwa etika konsisten dengan tujuan bisnis, khususnya dalam mencari keuntungan. Jika perusahaan Ford memperhatikan keselamatan pengendara dalam produkai Ford Pinto, perusahaan Ford tidak akan mengeluarkan biaya tambahan untuk memberikan ganti rugi pada korban kecelakaan. Dalam pengerjaan teknis perancangan dan pembuatan sebuah mobil Ford Pinto, terjadi juga pelanggaran kode etik seorang insinyur/engineer yaitu membuat keputusan yang konsisten terhadap keselamatan, kesehatan, kesejahteraan public, serta menghindari sekaligus mengungkap faktor-faktor yang membahayakan public dan lingkungan.

Sebagai seorang wirausaha hendaknya menerapkan etika saat berusaha. Dalam bidang otomotif ada etika engineering dan etika bisnis yang mengikat dan harus ditaati. Kejayaan suatu perusahaan besar dituntut dari hal-hal seperti kepercayaan, nama baik perusahaan, produk yang berkualitas, dan tentunya ketahanan terhadap persaingan dengan kompetitor. Dalam kasus Ford Pinto, keputusan bisnis yang dibuat untuk memenangkan persaingan dengan kompetitor telah mengabaikan kepercayaan, nama baik perusahaan, kualitas produk dengan mengabaikan etika-etika dasar yang harusnya ditaati.

Sumber :
http://otomotif-10.blogspot.com/2011/10/kasus-ford-pinto.html
http://books.google.co.id/

Senin, 17 November 2014

ETIKA BISNIS (PELANGGARAN TERHADAP IKLAN AS terhadap XL)

Dalam teori spiral of silence dikemuka bahwa iklan ini membungkam suara mayoritas yaitu konsumen yang tidak diberi ruang untuk memberi testimoni. Untuk kultivasi sendiri, iklan ini menampilkan realitas factual yaitu dengan menggambarkan kata murah yang sebenarnya masih banyak yang lebih murah dibandingkan kartu AS itu sendiri. Lanjut pada teori agenda setting bahwa iklan ini membuat publik berfikir bahwa produk nya paling murah dan akhirnya terjadi proses pembelian oleh konsumen dan ia juga membuat orang lain berpikir bahwa iklan XL itu bohong besar dengan permainan kata-kata didalamnya. Kemudian lanjut pada uses dan gratifikasi, teori ini melihat iklan ini bersumber dari keinginan dan harapan khalayak yang menginginkan produk yang murah. Dan terakhir dilihat dari social ekonomi dimana daya tawar masalah sosial dimana masyarakat indonesia yang masih banyak hidup dalam garis C-E menginginkan produk murah yang akhirnya dimanfaatkan kartu AS untuk membuat iklan yang mengedepankan murah untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Untuk Pelanggaran yang dilakukan cukup banyak mulai dari etika pariwara etika Pariwa Indonesia Bab 3 No. 1.2.2 , EPI Bab 3 No 1.17.2, dan EPI Bab 3 No 1.21. Adapun Pelanggaran P3SPS adalah Bab IX Pasal 49 ayat 3 butir a dan butir f.





Papan iklan yang berjudul "tetangga sebelah" melanggar EPI Bab IIIA No. 1.21 yang menyatakan bahwa iklan tidak boleh merendahkan produk  pesaing secara langsung maupun tidak langsung karena papan iklan telkomsel yang dipasang disamping papan iklan XL bebas tedapat gambar lelaki dengan jempol menunjuk ke arah papan iklan XL disertai dengan kata-kata "tetangga sebelah ngomongnya paling murah ternyata tarifnya ribet banget jaringannya terbatas". Kata-kata tersebut secara tidak langsung telah merendahkan produk XL.